Sabtu, 21 Januari 2012

Guru Australia: Saya Kaget Murid Cium Tangan


"Jujur, saya kaget dengan tradisi murid mencium tangan saya sebagai bentuk penghormatan."


            SD Negeri 01 Menteng, Jakarta


VIVAnews - Sistem pendidikan, ditambah budaya yang berbeda membuat beberapa guru Australia peserta program Building Relations through Intercultural Dialogue and Growing Engagement (BRIDGE) terkaget-kaget begitu mendapat kesempatan mengajar beberapa minggu di Indonesia.
Meski demikian, mereka bisa cepat beradaptasi dan mengaku banyak menemukan hal menarik yang tidak mereka temui di negara mereka.

"Saya melihat murid-murid Indonesia sangat menghormati guru mereka. Jujur, saya kaget dengan tradisi murid-murid mencium tangan saya sebagai bentuk penghormatan terhadap guru," tutur Emily Sullivan, seorang pengajar dari Our Lady of Sacred Heart College, Adelaide, di Jakarta.

Menurut Emily, yang mengajar selama beberapa minggu di MAN 2 Jakarta, di Australia murid-murid terbiasa menyapa guru mereka dengan cara yang kasual. Tak heran pengalaman pertamanya mendapat cium tangan dari murid-murid Indonesianya sangat berkesan.

Kolega Emily, Laura Brzezinski, juga mengaku kagum dengan tradisi upacara bendera. "Anda menghormati jasa pahlawan dengan berdiri dan memberi hormat selama beberapa menit setiap Senin pagi, itu mengagumkan. Orang Indonesia ternyata menghargai jasa pahlawannya," kata dia.

Bagi Emily dan Laura yang belum pernah berkunjung ke Indonesia sebelum mengikuti program BRIDGE, pengalaman mereka meruntuhkan stereotip tentang orang Indonesia yang selama ini digembar-gemborkan media luar.

Hal senada juga diutarakan Adam Chad, pengajar Canberra Grammar School, yang mengaku sudah sering sekali bepergian ke Bali. Ia mengungkapkan, media Australia selama ini menggambarkan Indonesia sebagai negara yang masih tertinggal, kecuali untuk Bali yang pariwisatanya sudah mendunia.

"Padahal, kalau orang Australia ingin tahu Indonesia yang sebenarnya, mereka harusnya datang ke tempat selain Bali, ke Jawa misalnya. Banyak hal tentang Indonesia yang tidak bisa Anda temui lewat buku atau Internet," ujar pria berambut pirang ini.

Adam sendiri mengaku kagum dengan nilai keluarga yang masih sangat kuat di Indonesia. "Di Indonesia, apapun yang terjadi pada Anda, selalu ada keluarga sebagai support system. Sungguh sesuatu yang tidak bisa sering ditemui di Australia."

Lain lagi cerita Melanie Cross, pengajar Waggrakine Primary School, Geraldton. "Murid-murid Indonesia sangat menyenangkan, mereka antusias! Kalau sudah di depan kelas, kadang saya merasa jadi selebriti," katanya setengah berseloroh.

Menurutnya, anak-anak Indonesia memiliki rasa keingintahuan yang tinggi, namun tanpa mengurangi rasa hormat mereka terhadap guru. Selain itu, kekerabatan antar mereka juga masih kuat.

"Inilah yang menjadi pentingnya ada kemitraan yang kuat antara Indonesia dan Australia. Saya harap semakin banyak siswa Australia yang tertarik mempelajari Indonesia dan budayanya dengan berkunjung langsung ke Indonesia,"  harap Melanie.

Kamis, 19 Januari 2012

"Generasi Ompong"


Penulis: bepe, 11 January 2012




"Sedang menjalani tour tanpa membawa buku bacaan itu sama halnya dengan bermain sepakbola di lapangan yang becek tanpa menggunakan sepatu pull enam".. Tetap dapat bermain memang, akan tetapi terselip perasaan tidak nyaman..

Sudah menjadi sebuah kebiasaan saya, jika setiap menjalani tour baik bersama Persija Jakarta maupun Tim Nasional saya selalu menyelipkan barang satu atau dua buah buku dalam bagasi saya. Sebagai pesepakbola ketika tengah menjalani partai away, maka dengan sendirinya saya akan banyak memiliki waktu luang untuk hanya sekedar berdiam diri di dalam kamar hotel..

Sebagai pribadi kebetulan saya adalah tipe orang rumahan, saya kurang suka bepergian ke mall untuk sekedar cuci mata atau sebagainya. Hal yang paling sering membuat saya meninggalkan hotel saat tour hanyalah berwisata kuliner, oh iya karena saya memang pencinta makanan. Di saat tidak ada kegiatan bersama tim, maka saya akan memilih berdiam diri di kamar. Dan saat-saat seperti itu biasanya saya manfaatkan dengan menulis atau membaca buku..

Itulah yang terjadi pada diri saya beberapa minggu yang lalu, saat menjalani tour bersama Persija Jakarta. Sebuah buku tentang Alm Robert Enke (Ex kiper Jerman) berjudul "A Life Too Short" yang sudah saya persiapkan sejak malam sebelum berangkat ternyata tertinggal di rumah. Mendapati buku yang saya siapkan tertinggal, maka sayapun segera memutuskan untuk berburu buku di sebuah toko buku di bandara Soekarno-Hatta. Seketika sebuah buku mencuri perhatian saya, buku berwarna putih dengan cover depan gambar karikatur sang penulis yang di antara ke dua belah telapak tangannya terdapat sebuah pelangi..

Saya cukup mengenal orang tersebut, bukan dalam arti yang sebenar-benarnya kenal memang, akan tetapi saya cukup sering mendengarkan beliau berdakwah dalam sebuah acara menjelang berbuka puasa di salah satu radio swasta di ibukota. Kata demi kata, kalimat demi kalimat yang beliau sampaikan baik melalui dakwah maupun tulisan-tulisannya memang tidak mudah untuk di cerna dan dipahami, kita perlu menyimak dengan sangat seksama atau membacanya berulang kali untuk memahami arti di sebalik setiap apa yang beliau sampaikan. Akan tetapi disitulah letak nikmatnya, maka tanpa berpikir panjang sayapun segera membeli buku yang berjudul "Kiai Bejo, Kiai Untung, Kiai Hoki" tersebut..

Beliau adalah Emha Ainun Nadjib, atau kita lebih sering mengenalnya dengan panggilan Cak Nun. Budayawan kondang asal Jombang - Jawa Timur ini tidak dapat saya pungkiri adalah salah satu dari sekian banyak tokoh di negeri ini yang saya kagumi. Cara beliau menyampaikan kritik, pandangan serta pemikiran dalam pembahasan-pembahasannya selalu mampu meresap sampai relung hati yang paling dalam, sekali lagi jika kita mampu mengartikan apa yang beliau sampaikan dengan benar..

Di bawah ini akan saya sampaikan sedikit kutipan dari sebuah tulisan beliau yang berdujul "Generasi Kempong" atau mungkin dalam bahasa lazim keseharian kita adalah "Generasi Ompong". Menurut saya apa yang beliau sampaikan ini, sangat tepat dan memang berlaku dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia saat ini..



                                                    "Generasi Kempong"


Salah satu jenis kelemahan manusia adalah kecenderungan terlalu gampang percaya atau terlalu mudah tidak percaya. Masih mendingan kalo mau mengkritik: "Cak Nun tulisannya susah dipahami, harus dibaca dua tiga kali baru bisa sedikit dipahami."


Saya jawab protes itu: "Anda kempong ya..?"


"Kok kempong.. Maksudnya..?"


"Kalau kempong ndak punya gigi, harus makan makanan yang tidak perlu dikunyah. Orang kempong ndak bisa makan kacang, bahkan krupuk pun hanya di-emut. Kalau orang punya gigi, dia bisa menjalankan saran dokter: Kalau makan kunyahlah 33 kali sebelum ditelan. Sekedar makanan, harus di kunyah sampai sekian banyak kali agar usus tidak terancam dan badan jadi sehat. Lha kok tulisan, ilmu, informasi, wacana - maunya langsung ditelan sekali saja". Teman saya itu NYERENGES..


Coba Anda pandang Indonesia yang ruwet ini. Wong kalau Anda mengunyahnya sampai seribu kalipun belum tentu Anda bisa paham. Segala ilmu sosial, ilmu politik, ilmu ekonomi dan kebudayaan mandeg dihadang keruwetan Indonesia. Ilmuwan-ilmuwan kelas satu saja kebingungan membaca Indonesia, lha kok Anda mau mengenyam makanan tanpa mengunyah. Yok opo se mbaaaah mbah, sampeyan iku jik cilik tapi kok wis tuwek..


Kebudayaan kita instan. Mi-nya instan. Lagunya instan. Maunya masuk sorga juga instan. Kalau bisa, dapat uang banyak langsung, ndak usah kerja ndak apa-apa. Kalau perlu ndak usah ada Indonesia ndak apa-apa, ndak usah ada Nabi dan Tuhan juga ndak apa-apa, asal saya punya duit banyak..


Sedangkan kitab suci perlu kita baca terus-menerus  sepanjang hidup, itupun belum tentu mendapatkan ilmu dan hikmah. Wong kita tiap hari shalat lima waktu rajin khusyuk sampai bathuk benthet saja belum tentu menemukan kebenaran. Wong naik haji sampai sepuluh kali saja belum dijamin akan memperoleh ridhollah. Lha kok sekali baca ingin mendapat kedalaman nilai, lha kok lagu-lagu pop diharapkan menawarkan kualitas hidup, Lha kok menyanyikan shalawat dianggap sama dengan bershalawat atau melakukan shalawat...


XXX..

Apa yang terjadi di Indonesia tercinta kita akhir-akhir ini sama persis dengan apa yang di gambarkan Cak Nun dalam cuplikan tulisan diatas. Terlalu banyak masyarakat kita yang mudah percaya juga sebaliknya mudah untuk tidak percaya. Media-media di Republik kita tercinta ini teramat sangat "Provokative" akhir-akhir ini, banyak orang-orang berpengaruh negeri ini yang menggunakan media baik televisi, online maupun cetak dengan untuk menancapkan pengaruhnya kepada masyarakat dan terkadang juga untuk menjatuhkan para pesaingnya..

Hal tersebut juga berlaku dalam ranah sepakbola, dua kekuatan yang selama ini bersaing mulai saling sikut dan saling tackle menggunakan kekuatan media mereka masing-masing. Oleh karena itu, sebagai pembaca tentu kita diwajibkan untuk lebih bijak, lebih cermat dan lebih sensitif dalam menanggapi setiap pemberitaan mengenai dunia persepakbolaan Indonesia yang semakin semrawut ini.

Saya tertarik dengan Tweet salah satu sahabat SMP saya  yang bernama Adi Heri Santoso (@adi_heri) pada suatu ketika, tweet tersebut berisi demikian:

"Nonton berita bola Indonesia itu harus dicermati siapa yang memberitakan ya ck ck ck.."

Demikianlah kenyataan yang terjadi saat ini. Media kita sudah terkotak-kotak, memang masih ada yang berusaha untuk senetral mungkin, akan tetapi jumlahnya sangat-sangat minoritas.  Judul tulisan yang mengomentari perihal sepakbola dibuat se-provokative mungkin, sehingga membuat pembaca langsung ingin bereaksi karena merasa telah mengerti apa kira-kira penjabarannya, bahkan tanpa harus membaca tulisan tersebut terlebih dahulu..

Demikian halnya dalam dunia per-Twitter-an, banyak dari kita hanya meng-RT sebuah link berita sambil memberi komentar tanpa membaca isi berita tersebut terlebih dahulu. Hal tersebut pada akhirnya mengakibatkan kita gagal paham terhadap maksud di balik sebuah berita. Tweet orang-orang yang mengomentari permasalahan sepakbola Indonesia pun juga tak luput dari virus-virus kebencian itu sendiri. Masyarakat yang pro si X akan selalu membanggakan setiap kebijakan si X, hal tersebut tentu juga akan dilengkapi dengan menutupi-nutupi segala kelemahan si X. Demikian pula sebaliknya, masyarakat yang pro si Y juga akan melakukan hal yang persis sama..

Rasa suka dan tidak suka terhadap seseorang atau golongan tertentu, terlalu sering kita kedepankan terlebih dahulu sehingga meninggalkan rasio kita dalam berpikir dan menyikapi berita yang menyangkut sebuah keadaan. Maka seperti apa yang disampaikan Cak Nun diatas, bak makanan mari kita mengunyah dahulu berita tersebut sebanyak 33 kali sebelum kita benar-benar menelan berita-berita tersebut (Bereaksi atau Menanggapi berita tersebut)..

Karena tanpa kita sadari bersama, kita semua ini telah menjadi wayang dari dua dalang hebat yang tengah berseteru saat ini. Kita hanyalah si Gareng, si Petruk dan juga si Bagong yang selalu berusaha menyajikan kelucuan-kelucuan sebagai bumbu penyedap megahnya sebuah pertunjukan wayang itu sendiri..

Padahal si Gareng, si Petruk dan si Bagong tadi (Kita-kita ini) belum tentu paham dengan jalan cerita yang di skenariokan si dalang itu sendiri. Yang mereka tahu hanyalah berprilaku selucu mungkin, sehingga para pemirsa dapat sedikit meregangkan syaraf nya agar tidak terlalu kaku dalam menikmati cerita pewayangan yang serius terus menerus. Maka sekali lagi tanpa kita sadari, kita telah terbawa dalam pusaran perseteruan hebat antara Ki Anom Suroto dan Ki Manteb Sudarsono..

Maka marilah menjadi manusia yang BEBAS, manusia yang bebas menyampaikan segala sesuatu berdasarkan apa kata hati dan nurani kita masing-masing. Bukan karena suruhan, paksaan, perintah atau bahkan larangan dari pihak-pihak manapun. Mari kita menjadi tuan bagi diri kita sendiri..

Di akhir artikel ini, jika Anda sekalian sudah merasa mengerti dengan apa yang ingin saya sampaikan hanya dari sekedar sekilas membaca tulisan ini, atau malah lebih parah lagi hanya dari menafsirkan judul dari artikel ini, dan saya yakin jika tidak sedikit yang akan salah menafsirkan. Maka "Iya,, Anda sekalian adalah Generasi Ompong"..

NB: Mengenai Ki Anom Suroto dan Ki Manteb Sudarsono, tunggu tulisan saya yang berjudul "Ki Anom Suroto Vs Ki Manteb Sudarsono"

Selasa, 17 Januari 2012

"Satu Bintang Itu Milik Kami"


Penulis: bepe, 16 January 2012
sumber: http://bambangpamungkas20.com




Pada sebuah kesempatan Bambang Pamungkas pernah berkata: "Sebagai pemain profesional saya akan selalu berusaha bermain di liga yang resmi, dalam hal ini di bawah PSSI dan diakui oleh FIFA"

Pada kenyataannya Bambang Pamungkas saat ini bermain di Persija Jakarta yang berlaga di Liga Super Indonesia, artinya Bambang Pamungkas bermain di dalam sebuah liga yang tidak resmi, tidak di bawah PSSI dan juga tidak diakui oleh FIFA. Apakah gerangan yang terjadi..?? Apakah Bambang Pamungkas lupa dengan apa yang pernah dia sampaikan ketika itu....?? Atau Bambang Pamungkas berpura-pura lupa..??

Oleh karena itu menarik untuk kita simak, apa yang akan Bambang Pamungkas sampaikan dalam penjelasan di bawah ini..


Teluk Kuantan, Riau : 14 Januari 2012..

Ini adalah untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki di kota bernama Kuantan Singingi atau biasa disingkat Kuansing di propinsi Riau, udara di kota ini boleh dikatakan panas dan cukup menyengat. Melihat dari penampakan struktur bangunan-bangunan di kota ini, nampak sekali jika kota ini tengah dalam proses menuju sebuah kota mandiri. Banyak sekali bangunan-bangunan baru yang arsitekturnya cukup futureristik di kota ini, seperti gelanggang-gelanggang olah raga, sekolah-sekolah, tempat ibadah dan juga beberapa gedung-gedung pemerintahan..

Akan tetapi ada satu hal yang cukup mengusik hati saya di kota ini, yaitu bangunan stadion sepakbola di Kuansing Sports Center. Hal yang aneh dari bangunan ini adalah, mengapa lampu penerangan di stadion Kuansing ini tingginya berada tepat di bawah atap tribune utama alias tidak begitu tinggi. Saya tidak bisa membayangkan jika misalnya sebuah pertandingan sepakbola dilaksanakan di malam hari di stadion ini, saya yakin jika sinar dari lampu penerang stadion tersebut akan banyak mengganggu jalannya pertandingan..

Sehari menjelang pertandingan biasanya saya akan banyak mengurung diri di dalam kamar. Kegiatan kami di hari ini hanyalah ujicoba lapangan dipagi hari. Menikmati wisata kuliner di siang harinya adalah salah satu menu wajib kami saat menjalani tour seperti ini, akan tetapi mengingat saya beserta rekan-rekan Persija Jakarta yang lain tidak mengetahui apa kira-kira menu dan tempat favorit yang harus di tuju, maka kamipun memilih untuk berdiam diri di kamar masing-masing. Baru di sore harinya kami bergerak mencicipi sop daging rusa yang cukup khas di kota ini, setelah mendapat rekomendasi dari salah seorang pemain PSPS Pekanbaru yang juga pernah membela Persija Jakarta..

Kembali ke pembahasan utama kita, yaitu mengenai mengapa saya memilih bermain di Liga Super Indonesia dan bukan di Liga Premier Indonesia. Hal tersebut juga sangat erat kaitannya dengan kebijakan PSSI sendiri yang dalam hal ini menentukan mana Persija Jakarta yang sah di mata PSSI. Seperti apa yang saya sampaikan dalam artikel (Seandainya , Oh Seandainya - Januari 2012) bahwa pembahasan saya di tulisan tersebut, sedikit banyak memberikan petunjuk mengapa saya memilih jalan berseberangan dengan PSSI..

Hal tersebut bukan karena saya tidak menghormati institusi PSSI beserta orang-orang di dalamnya. Akan tetapi lebih kepada keyakinan saya, dalam hal ini mengenai mana yang benar dan mana yang salah menurut hati dan nurani saya. Dibawah ini akan coba saya jabarkan maksud dari kata kebenaran menurut hati dan nurani saya..

Salah satu hal yang memicu kontroversi publik dalam pembentukan Liga Premier Indonesia adalah naik nya PSMS Medan ke kasta tertinggi kompetisi di Indonesia sebagai tim undangan, yang dinilai berdasarkan sejarah dan sumbangsih PSMS Medan kepada perkembangan persepakbolaan Indonesia di masa lampau. Membahas mengenai sumbangsih dan sejarah, maka hal tersebut menjadi sangat menarik untuk dibahas..

Jika kita membahas mengenai kebijakan PSSI mengenai PSMS Medan, saya jadi tertarik untuk membahas tim yang saya bela sendiri, yaitu Persija Jakarta yang oleh PSSI tidak di akui keberadaannya. Jika kita menengok ke belakang, catatan sejarah mengatakan jika Persija Jakarta juga bukanlah tim sembarangan, sumbangsih tim ini kepada tim nasional khususnya dan juga kepada dunia persepakbolaan Indonesia pada umumnya tentu juga tidak perlu lagi dipertanyakan..

"Mengoleksi 10 gelar juara liga Indonesia dan menjadi salah satu dari 2 tim yang belum pernah terdegradasi sejak berdiri sejak berdirinya klub ini pada tahun 1928, jelas sebuah prestasi yang tidak dapat dipandang sebelah mata".

Dari tahun ke tahun Persija Jakarta juga rajin menyumbangkan para pemainnya ke tubuh tim nasional Indonesia. Saya pernah mendengar sebuah cerita dari salah satu pemain legendaris Indonesia di era 70/80an. Beliau berkata, "Zaman Om dulu kalo pemain tim nasional itu ada 24 orang, maka minimal setengahnya adalah pemain Persija Jakarta"..

Siapa yang tidak mengenal nama-nama seperti Sucipto Suntoro, Maulwi Saelan, Yudho Hadiyanto, Roni Paslah, Soedarno, Oyong Lisa, Sutan Harhara, Iim Ibrahim, Simson Rumahpasal, Johanes  Auri, Sueb Rizal, Junaidi Abdillah, Sofyan Hadi, Anjas Asmara, Andi Lala, Iswadi Idris, Risdiyanto, Taufik Saleh, Marzuki Nyakmad, Adji Ridwanmas, Ashari Rangkuti, Patar Tambunan, Isman Jasulmei, Rahmad Darmawan dan Kamarudin Betay..

Belum lagi di era pertengahan 90an hingga sekarang, ada Rocky Putirai, Widodo C Putro, Miro Baldo Bento, I Komang Putra, Nur Alim, Warsidi, Budiman, Ritham Madubun, Aples Tecuari, Anang Ma'ruf, I Putu Gede, Charis Yulianto, Syamsul Chairudin, Budhi Sudarsono, Hamka Hamzah, Mohammad Roby, Gendut Doni, Ellie Aiboy, Ismed Sofyan, Firman Utina, Hendro Kartiko, Ponaryo Astaman, Hasim Kipaw, Johan Juansyah, Rhamdani Lestaluhu, Andritany Ardhiyasa dan tentunya juga Bambang Pamungkas..

Dalam hal ini saya tidak sedang meragukan sejarah kebesaran yang telah di torehkan oleh PSMS Medan, akan tetapi jika PSSI dapat memperlakukan PSMS dengan begitu istimewa, mengapa PSSI tega memperlakukan Persija Jakarta dengan sedemikian tidak adilnya. Karena jika dilihat dari segi prestasi dan sejarah panjangnya, saya yakin jika Persija Jakarta tidak kalah mentereng dari apa yang telah dicatatkan PSMS Medan, jikalau pun tidak boleh dikatakan lebih baik. Jadi dilihat dari dari sisi manapun PSSI tidak sepantasnya mengacak-acak tim kebanggan kami seperti ini..

"Persija Jakarta yang asli itu tidak harus ada Bambang Pamungkas-nya, tidak harus ada Ismed Sofyan-nya, tidak juga harus ada Bang Mansyur-nya (Perlengkapan kami yang sudah kurang lebih 17 th melayani pemain Perija Jakarta". Akan tetapi Persija yang asli itu yang memiliki puluhan ribu pendukung setia bernama The Jakmania, pendukung militan Persija Jakarta yang selalu mendampingi kemanapun tim Macan Kemayoran berlaga. Itulah tim Persija Jakarta yang sebenarnya"..

Jika anda sekalian masih ragu dan sangsi dengan Persija Jakarta yang sebenarnya, maka bertanyalah kepada Bis Persija Jakarta yang berwarna orange dan bergambar macan itu. Bis yang catnya sudah mulai memudar, mengelupas serta berkarat itu akan bercerita secara detail siapa-siapa saja pemain, pelatih serta pengurus yang pernah berbaju Persija Jakarta selama 15 tahun terakhir.

Saya yakin jika bis tersebut juga akan bercerita sambil tersenyum, ketika mengingat saat-saat kami meraih gelar dan berpawai bersama puluhan ribu Jakmania mengelilingi ibukota Jakarta pada musim 2000/2001. Sebuah gelar yang pada akhirnya di simbolkan dengan satu buah bintang berwarna emas di atas lambang klub kebanggan kota Jakarta tersebut..

Oleh karena itu, akan menjadi sebuah hal yang aneh dan menjengkelkan ketika saat ini ada sebuah tim lain yang menggunakan nama kami, warna ciri khas kami dan juga lambang kebesaran kami lengkap dengan satu bintang diatasnya. Mereka mungkin dapat saja membohongi publik dengan segala tipu muslihat dan pemutar balikan fakta, akan tetapi mereka tidak akan pernah dapat membohongi pendukung setia kami The Jakmania, yang akan selalu mengerti mana Persija Jakarta yang sebenarnya..

"Mereka boleh saja merampas nama kami, warna kami dan juga emblem kebesaran kami. Akan tetapi satu hal yang harus mereka ingat, semangat dan sejarah panjang "Macan Kemayoran" itu akan tetap berada disini di dalam hati dan sanubari kami sampai kapanpun"..

Jadi mengapa saya memilih bermain di ISL bukan di IPL..?? Jawabannya lebih pada ketidak relaan saya melihat sebuah tim yang telah saya bela selama satu dekade dan juga telah membesarkan nama saya, diperlakukan dengan semena-mena oleh PSSI. Bukan karena saya tidak menghormati institusi PSSI beserta semua orang yang berada di dalamnya, Sekali lagi "Bukan karena itu..!!"

Bambang Pamungkas bisa saja hijrah ke klub lain, cepat atau lambat saya pasti tidak akan menjadi bagian dari tim ini lagi, akan tetapi tidak di saat-saat seperti ini. Tidak disaat tim kebanggan saya dalam keadaan yang sekarat dan limbung sehingga membutuhkan dukungan moral untuk bangkit melawan segala ketidak adilan yang menimpa tim ini, sekali lagi "Tidak Disaat-saat Seperti Ini..!!!"

Bagi semua orang yang merasa memiliki dan mencintai Persija Jakarta sepenuh hati, dimanapun anda sekalian berada. Ijinkanlah saya untuk mengutip sebuah quote dari seorang penyair dari India bernama "Rabindranath Tagore" yang berbunyi seperti di bawah ini:

"Cloud come floating in to our life, No longer to carry rain or usher storm, but to add colour to our sunset sky"..

Percayalah bahwa segala permasalah yang menyelimuti kita selama ini tidak akan pernah mampu membuat kita tercerai-berai. Akan tetapi sebaliknya, segala permasalan tersebut akan membuat kebersamaan kita semakin erat, semakin kuat, semakin bersatu-padu untuk terus menjaga tradisi dan nama besar Macan Kemayoran Persija Jakarta yang kita sama-sama cintai..

Akhir sekali, nama saya Bambang Pamungkas. Bermain menggunakan nomer punggung 20 sejak tahun 1999 bersama Persija Jakarta. Saya pernah patah kaki menggunakan seragam orange kebesaran kami tersebut. Persija Jakarta yang diakui PSSI saat ini bukanlah Persija Jakarta yang saya kenal selama ini. Saya yakin dalam lubuk hati yang paling dalam, semua orang akan mengerti, "Mana Persija Jakarta dan mana Jakarta FC..

"Satu Bintang Itu Milik Kami, Bukan Milik Kalian"

Tunjukkan yang benar itu Benar !



Ditulis Oleh Tiara Aulia
sumber: http://www.jakmania.org




Cerita ini bermula ketika kejujuran dikalahkan kekuasaan. Ketika kebenaran tertimbun materi. Dan ketika sepakbola dijadikan bisnis oleh para petingginya. Persija Jakarta. Siapa yang tak kenal tim kebanggan Ibukota yang satu ini. Tim yang telah memiliki sejarah sejak tahun 1928. Tim berjuluk Macan Kemayoran, kebanggaan sekelompok manusia yang menamakan diri mereka The Jakmania. Saat ini, tim itu sedang tertimpa masalah. Masalah yang entah kapan terungkap kebenarannya. Hadi Basalamah. Seorang yang telah mengusik Macan kami. Yang telah mengganggu, dan kini ia merebut paksa Macan itu dari kami. Dualisme Persija. Masalah yang datang seiring dengan pergantian kepengurusan PSSI yang baru, musim kompetisi 2012 ini.

Ya, musim ini ada 2 PT yang mendaftar sebagai administrator Persija. PT. Persija Jaya Jakarta yang dipimpin Ferry Paulus dan PT. Persija Jaya yang di akui oleh Hadi Basalamah.

Kita semua tentu tahu, mana pihak yang benar. Pihak yang professional dan tentunya pihak yang resmi. Seperti yang kita ketahui bersama, Ferry Paulus adalah Ketua Umum Persija periode 2011-2015.

Dan itu berarti, Ferry Paulus lah yang berhak mengelola Persija musim ini. Tetapi, apa nyatanya? PSSI yang menentukan hasil verifikasi Persija seakan dibutakan oleh hal-hal yang berbau kekuasaan, materi, dan tak jauh dari bisnis. Seperti yang sudah saya katakan  di awal paragraph tadi.

PSSI telah mengeluarkan keputusan ‘sepihak’ yang menentukan bahwa PT. Persija Jaya pimpinan Hadi Basalamah lah yang memenangkan verikasi. Merekalah yang akan memimpin Persija musim ini. Keputusan ini bagai petir di siang bolong. Berbagai pertanyaan pun timbul. Amarah dan emosi mulai tersimpan dalam dada. Dari segi manakah PSSI menilai? Dari segi manakah ‘kemenangan’ mereka? Sesungguhnya, hanya mereka yang tahu jawabannya.

Saya masih tak habis pikir, PT. Persija Jaya yang sampai detik saat saya menulis artikel ini, belum jelas siapa pemain-pemainnya, belum jelas siapa pelatih dan pengurusnya. Belum dan tidak dikenal masyarakat Jakarta. Tetapi, mengapa mereka yang lolos? (maksud saya, diloloskan).

Padahal Persija yang selama ini kita kenal adalah Persija yang telah memiliki sejarah dari dulu. Persija yang pernah menjadi juara Liga tahun 2001. Persija yang didukung oleh supporter militannya, The Jakmania. Persija yang didalamnya ada Bambang Pamungkas sebagai kapten kesebelasan.  Persija yang sah, tanpa ada kebohongan dan rekayasa. Bukan Persija yang pemain-pemainnya diambil dari Liga 1 musim yang lalu. Liga baru, yang tak memiliki sejarah.

Yang ingin saya ungkap disini adalah, dimanakah hati nurani para petinggi-petinggi itu? Apakah sebenarnya mereka sadar yang mereka lakukan telah merugikan banyak pihak? Membuat gundah, marah, dan gelisah. Kami, disini, tak akan pernah tinggal diam.  Tak akan pernah membiarkan Macan kami direbut begitu saja oleh pihak yang tak bertanggung jawab. Pihak yang hanya mementingkan diri sendiri. Pihak, yang kami tau, tak sama sekali mencintai Persija kami.  Hanya berkelakuan seolah-olah ia begitu mencintai kesebelasan ini, padahal tersimpan maksud dibalik semua itu. Suatu kebohongan belaka.

Jika PSSI tak bisa lagi merubah keputusan itu, jangan salahkan kami yang akan mulai bertindak sedikit keras. Dan jangan juga salahkan kami, jika kami akan mendukung Persija dengan cara kami sendiri. Mungkin musim ini, tak ada lagi nyanyian-nyanyian The Jakmania, tak ada lagi keceriaan di sudut-sudut Gelora Bung Karno, tak ada lagi semangat-semangat yang membara mendukung Tim kebanggaan kami berlaga, tak ada lagi canda tawa yang tercipta.
Karena sesungguhnya, penunggu-penunggu tribun yang begitu mencintai Persija itu sedang dilanda kegundahan. Kami, tak akan mungkin mendukung Persija yang lain. Yang tak ada Ismed Sofyan dan Bambang Pamungkas. Jadi, biarkan kami mendukung Persija dengan cara kami sendiri, jika kalian para petinggi yang terhormat, masih tetap yakin dengan keputusan yang menurut kalian benar, entah dinilai dari segi mananya.

Bukankah kalian yang akan merugi? Jika pertandingan yang akan Persija lewati di Gelora Bung Karno nanti, tak akan ditonton warga Jakarta yang katanya memiliki Persija. Bukankah kalian yang akan malu? Jika tim kalian terseok-seok mengarungi Liga musim ini, dengan pemain-pemain dadakan, yang diambil dari kompetisi seumur jagung,  yang hanya berjalan setengah musim, dan bahkan tak ada pemenangnya.

Sudah seburuk inikah sepak bola yang ada di Indonesia? Sudah separah inikah para pengurus-pengurus sepak bola negeri ini? Tidak kah lagi mereka memiliki perasaan? Sampai kebenaran pun rasanya susah sekali terungkap. Hanya karena materi. Hanya karena kekuasaan yang lebih tinggi. Apakah tak ada lagi yang bisa menjunjung tinggi kejujuran dan professionalisme? Sungguh, miris sekali bangsa ini, memiliki para pemimpin seperti mereka.

Jika ini yang mereka mau, mari kawan, kita rapatkan barisan. Untuk membantu temukan kebenaran. Dan jangan biarkan kebohongan ini terus berjalan. Sesungguhnya, Persija butuh kepastian. Dan tak akan kami biarkan Macan kami terlantar. Tak akan kami tinggal diam dan pasrah menunggu keputusan. Semua tahu, keadilan harus ditegakkan. Dan kami yakin, cepat atau lambat, kebenaran akan terungkap. Yang benar akan keluar sebagai pemenang.

Saya, hanya seorang siswi dari salah satu SMP Negeri di Jakarta, yang ingin menyampaikan segalanya yang ada dalam benak saya melalui artikel ini. Maaf, jika mungkin ada kata-kata saya ada yang salah dan kurang berkenan. Tetapi semua yang saya tulis ini dari hati terdalam, demi kemajuan sepak bola Indonesia dan demi menyelamatkan Sang Macan dari mereka yang telah kehilangan hati nuraninya.

Keep the spirit up! And you never walk alone, Persija Jakarta.
Rapatkan barisan dan teriakkan dengan lantang, #SavePersija!

Tiara Aulia

Bepe: Jakmania Tak Bisa Ditipu


"Semua orang akan mengerti, mana Persija Jakarta dan mana Jakarta FC," kata Bepe.



Bambang Pamungkas (Antara)


VIVAnews - Kapten Persija Jakarta, Bambang Pamungkas, sangat yakin pendukung setia klubnya atau yang biasa disebut Jakmania, tak bisa dibohongi dengan adanya 'Persija jadi-jadian' yang kini berlaga di Indonesia Premier League (IPL).
Seperti diketahui, ada dua klub Persija saat ini. Persija yang berlaga di IPL dan diakui oleh pengurus PSSI dipimpin oleh Bambang Sucipto. Sementara Persija yang bertahan di Indonesia Super League (ISL) dipimpin oleh Ferry Paulus. Persija terakhir ini dianggap ilegal oleh PSSI.

Jakmania selama ini selalu loyal dalam mendukung klub kesayangan mereka yang berlaga di ISL. Setali tiga uang, Bepe juga tetap loyal dengan klub yang membesarkan namanya tersebut.

"Jadi, mengapa saya memilih bermain di ISL bukan di IPL?? Jawabannya lebih pada ketidakrelaan saya melihat sebuah tim yang telah saya bela selama satu dekade dan juga telah membesarkan nama saya, diperlakukan dengan semena-mena oleh PSSI. Bukan karena saya tidak menghormati institusi PSSI beserta semua orang yang berada di dalamnya, sekali lagi, bukan karena itu!" curhat Bepe di situs pribadinya.

"Akan menjadi sebuah hal yang aneh dan menjengkelkan ketika saat ini ada sebuah tim lain yang menggunakan nama kami, warna ciri khas kami, dan juga lambang kebesaran kami lengkap dengan satu bintang di atasnya. Mereka mungkin dapat saja membohongi publik dengan segala tipu muslihat dan pemutarbalikan fakta, akan tetapi mereka tidak akan pernah dapat membohongi pendukung setia kami The Jakmania, yang akan selalu mengerti mana Persija Jakarta yang sebenarnya."

"Persija Jakarta yang diakui PSSI saat ini bukanlah Persija Jakarta yang saya kenal selama ini. Saya yakin dalam lubuk hati yang paling dalam, semua orang akan mengerti, mana Persija Jakarta dan mana Jakarta FC!" imbuh Bepe.

Bepe pertama kali gabung Persija pada tahun 1999 lalu. Macan Kemayoran adalah satu-satunya klub Indonesia yang pernah dibela pemain 31 tahun tersebut. Hingga kini, Bepe telah membela Persija dalam 251 pertandingan dengan rekor 143 gol di Liga Indonesia.