Kamis, 29 November 2012

Lebih Dari Pemenang


Heroik! Patriotik!

supersoccer.co.id ~ Saya harus katakan ini: Luar Biasa! Semangat tempur penggawa-penggawa tim nasional senior di Stadion Nasional Bukit Jalil, Kuala Lumpur, Malaysia, sungguh heroik. Bertarung tanpa kenal lelah, Indonesia akhirnya memenangkan laga keduanya di ajang Piala AFF 2012, Grup B.

Rabu, 28 November, akan kita ingat sebagai hari pembalasan nasional. Inilah kali pertama Indonesia menang atas Singapura, sejak Piala AFF (dulu Piala Tiger) digelar sejak 1996.



Gol Andik Vermansyah jelang berakhirnya laga menghapus mimpi buruk, sekaligus mengamini pernyataan dari generasi ke generasi bahwa bola itu bundar. Artinya, segala sesuatu bisa terjadi di palagan hijau. Singapura jelas lebih diunggulkan, mengingat mereka baru saja melumat tuan rumah Malaysia 3-0. Materi pemain “The Lions” juga lebih matang ketimbang Indonesia, di mana sebagian besar masih berusia muda dan minim jam terbang internasional. Hanya Elie Aiboy dan Bambang Pamungkas yang kenyang tempaan, baik bersama klub maupun timnas. Indonesia menantang Singapura dengan hasil kurang apik pada laga perdana. Indonesia gagal menaklukkan Laos, yang pada tahun-tahun sebelumnya selalu bertekuk lutut di kaki tim “Merah Putih”. Laos memaksa Indonesia bermain imbang 2-2.

Kemenangan lawan Singapura membawa pesan sarat makna bagi banyak pihak, terlebih yang selama ini nyinyir terhadap skuad Nil Maizar. Memang, jalan merealisasikan target juara masih jauh, juga berliku-liku. Namun yang jelas, kemenangan ini membuat rasa percaya diri seluruh pemain terdongkrak. Seperti halnya negara lain yang menjadi peserta pentas sepak bola dua tahunan di kawasan Asia Tenggara, Indonesia juga berhak menjadi yang terbaik. Saatnya juara, setelah empat kali masuk final.

Kendati dililit segepok persoalan, Nil dan pasukannya tetap maju tak gentar. Rintangan tak membuat “Pasukan Garuda” loyo, namun sebaliknya kokoh berdiri. Mental petarung sangat dibutuhkan memang, di tengah cercaan dan sinisme. Saya tak akan pernah mundur mendukung timnas, bagaimana pun situasi dan kondisinya. Seperti saya tegaskan sebelumnya, saya tak melihat siapa pengurus, pelatih, ataupun pemainnya. Selama mereka menyandang predikat sebagai pemain timnas dan selama Burung Garuda ada di dada, adalah kewajiban saya sebagai warga negara untuk membelanya. Selama Indonesia Raya dikumandangkan, selama bendera Merah Putih diderek ke atas, saya wajib mendukungnya.



Setujukah Anda dengan Andik? Saya setuju, setuju 100 persen. Ini tentang bangsa, di mana harga diri menjadi taruhan. Saya tak ingin larut dalam polemik PSSI – KPSI, sehingga menggerus habis akar nasionalisme. Apa jadinya seorang warga negara minus nasionalisme? Bisakah dia berdiri tegak, mengepalkan tangan, lalu berteriak I N D O N E S I A dengan lantang? Nasionalisme adalah jiwa atawa roh kita sebagai warga negara. Nasionalisme menembus agama, keyakinan, warna kulit, pendidikan, terlebih kepentingan.

Singapura sudah kita kalahkan. Kutukan itu pun sudah lenyap. Akan tetapi, laga belum berhenti. Bola masih menggelinding, bunyi peluit pun belum usai. Malaysia menunggu di depan dan tak ada kata lain buat Nil dan pasukannya: Ganyang!

Saya percaya betul, kini seluruh pemain tak hanya dilingkupi rasa percaya diri tapi juga sikap patriotisme. Kalau Singapura bisa dikalahkan, kenapa Malaysia tidak? Malaysia tak terlalu istimewa, setidaknya kalau melihat penampilan mereka saat bertemu Singapura. Sang pelatih, K Rajagopal sah-sah saja menyatakan bahwa anak-anak asuhnya bisa memetik kemenangan perdana. Namun, apa yang tersuguh di depan mata sungguh di luat dugaan. Di depan ribuan fansnya, Safee Sali cs. dipermalukan dengan skor 3-0.

Saya ingin menegaskan, pasukan Nil lebih dari sekadar pemenang. Dengan kata lain, saya ingin menyatakan bahwa mereka lebih dari pemenang. Saya katakan begitu, karena mereka telah melewati banyak purbasangka dan mereka tak menyimpannya dalam hati. Mereka sadar, keinginan mereka bergabung bersama timnas bukan lantaran Djohar Arifin Husin sebagai Ketua Umum PSSI. “Semua ini demi Merah Putih,” kata Bepe.

Apa pun ujung dari perjuangan Nil dan pasukannya di Piala AFF tahun ini, saya tetap akan memberikan aplaus. Bersyukur, kalau akhirnya Indonesia menjadi juara. Jika gagal, itu tak membuat kecintaan saya terhadap timnas berkurang.



Tak ada yang mustahil bagi orang percaya. Demikian kata orang bijak, bertahun-tahun silam. Dengan kepercayaan inilah, menurut saya, Nil dan anak-anak asuhnya berangkat ke Kuala Lumpur. Dengan sikap percaya kepada diri sendiri, Nil dan anak-anak asuhnya hakulyakin bahwa peluang Indonesia untuk menjadi kanpium masih terbuka lebar.

Kita dukung, kita doakan, lawan Malaysia nanti Bepe cs. bisa kembali tampil sebagai pemenang. Laga bakal berlangsung ketat, sebab kedua tim sama-sama mengincar tiga angka. Sentimen negara akan kental sekali, menyusul sikap Malaysia yang kerap mengklaim budaya dan makanan khas Indonesia. Pemain bakal mendapat tekanan ribuan fans “Harimau Malaya”. Tapi saya terlampau yakin, seluruh pemain Indonesia sudah siap fight. Pecundangi Malaysia, raih kemenangan.
Bukankah timnas kita lebih dari pemenang?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar