SIDANG Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat membahas sikap DPR terhadap usulan pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Ribuan mahasiswa dan buruh berunjuk rasa di depan Gedung DPR untuk mendesak DPR menolak usulan pemerintah karena kenaikan harga BBM bersubsidi akan memberatkan masyarakat.
Melihat situasi yang terjadi di depan Gedung DPR, kita seperti dihadapkan pada situasi hidup atau mati. Apalagi jika dilihat apa yang terjadi di Salemba, Jakarta dan Makassar pada hari Kamis malam di mana mahasiswa terlibat bentrok dengan polisi hingga Jumat dini hari.
Guru Besar Institut Teknologi Bandung Prof Surna Tjahja Djajadiningrat melihat bahwa ada persoalan struktural yang sedang dihadapi bangsa ini. Kita kehilangan kebersamaan sebagai bangsa dan selalu melihat persoalan sebagai persoalan kalah dan menang.
Ketika kita membawa setiap persoalan ke dalam perspektif kalah dan menang, maka kita tidak akan pernah mencoba mencari pikiran alternatif. Padahal banyak persoalan yang kita hadapi sebenarnya merupakan tanggung jawab kita bersama.
Ambil contoh masalah keamanan. Itu bukan kebutuhan satu-dua orang saja, tetapi kebutuhan kita semua. Keamanan sebenarnya merupakan public goods. Demikian pula dengan yang namanya energi seperti minyak dan gas. Kedua komoditas itu bukanlah barang pribadi, tetapi barang publik.
Oleh karena kita tidak pernah mencoba pikiran alternatif, dalam urusan BBM kita seperti dihadapkan kepada persoalan hidup dan mati tadi. Seakan-akan masalah yang kita hadapi sekadar naik atau tidak harga BBM bersubsidi. Kita seakan menghadapi kiamat kalau menaikkan atau tidak menaikkan harga BBM.
Padahal kalau kita mau menggunakan akal, banyak yang bisa dimanfaatkan untuk memenuhi energi dan juga pangan bagi bangsa ini. Ketua Dewan Pakar Perhimpunan Lingkungan Dr Asrul Thayeb menyebutkan alam Indonesia sebetulnya menyediakan sumberdaya yang melimpah untuk memenuhi kebutuhan pangan dan energi dari bangsa ini.
Salah satunya adalah sagu. Dengan mengembangkan tanaman sagu seluas setengah Jawa Barat saja, maka akan bisa dihasilkan sagu yang mampu memenuhi kebutuhan 400 juta penduduk. Kalau kita gunakan teknologi pangan untuk mengolah sagu itu, maka sagu akan bisa kita ubah menjadi beras kualitas nomor satu.
Karena penduduk Indonesia baru 240 juta, menurut Asrul, kelebihannya sagu dengan mudah bisa difermentasi untuk menjadi methanol. Methanol ini bisa dipakai sebagai sumber energi pengganti minyak bumi.
Asrul melihat banyak benda yang ada di alam ini sebenarnya bisa diubah menjadi energi. Bahkan sampah yang sudah dibuang pun, kalau kita cerdas akan bisa diubah menjadi energi yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Mengapa lalu kita tidak melihat potensi yang ada di sekitar kita untuk membangun ketahanan pangan dan energi bagi bangsa ini? Pertama karena kita selalu melihat masalah hanya sekadar kalah dan menang tadi. Kedua, karena kita tidak peduli terhadap alam dan cenderung justru melawan aturan alam.
Kembali ke alam merupakan langkah yang harus kita gaungkan. Sebab, alam ternyata telah memberikan kelebihan kepada bangsa ini untuk bisa hidup dan berkembang. Kalau kita mau bersahabat dengan alam, tidak ada kesulitan yang harus dihadapi bangsa ini.
Berpikir alternatif yang harus kita sama-sama kembangkan. Kalau banyak di antara kita yang mau melakukan penelitian, maka akan banyak yang bisa kita hasilkan. Apalagi pemerintah mendorong bagi munculnya pikiran-pikiran besar dari anak bangsanya.
Begitu banyak anak istimewa yang dimiliki bangsa ini. Begitu banyak pula potensi yang kita punyai. Sekarang tinggal diperlukan untuk mempertemukan keduanya agar bisa menghasilkan sesuatu yang berguna bagi keberlanjutan kehidupan bangsa dan negara ini.
Pada akhirnya benar bahwa kemajuan sebuah bangsa bukan ditentukan seberapa banyak kekayaan alam yang dimiliki bangsa itu. Kemajuan sebuah bangsa lebih ditentukan seberapa banyak manusia berkualitas yang dimiliki bangsa itu.
Hanya manusia yang berkualitaslah yang paham menjadikan potensi sebagai sesuatu yang bernilai tambah tinggi. Apalagi jika mereka memiliki hati untuk tidak sekadar memikirkan dirinya sendiri, tetapi juga orang lain yang harus bisa ikut hidup lebih sejahtera.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar